Makalah
Dasar aksiologi
ilmu
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen
: Dr. Edwin Syarif, M.Ag.
Di susun oleh:
Fuzy ayu
amalia (1113032100029)
M. Rahmat Ramadhan (1113032100036)
Fakultas ushuluddin
Universitas islam negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
2015
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................................II
Latar Belakang Masalah...............................................................................................II
BAB II
PEMBAHASAN ......................................................................................................III
Pengertian Aksiologi...................................................................................................III
Pengertian Ilmu dan
Moral..........................................................................................III
Katergori Dasar
Aksiologi ..........................................................................................V
Nilai kegunaan ilmu ..................................................................................................VII
Tanggung Jawab Sosial
Keilmuan .............................................................................IX
BAB III PENUTUP
...............................................................................................................XI
Kesimpulan ................................................................................................................XI
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................XII
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kita
adalah makhluk tuhan yang mempunyai kelebihan dari makhluk-makhluk ciptaan yang
lain karena kita diberikan akal untuk berfikir dan hati untuk mengatur emosi
kita. Pada saat kita tumbuh berkembang dari anak-anak sampai dewasa kita
mencari tempat yang baik untuk dirinya maupun anak-anaknya baik pendidikan
formal dari SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan tinggi maupun
pendidikan nonformal.
Usaha untuk mendapatkan pendididkan yang baik inilah yang
menjadi usaha untuk mendapatkan ilmu. Menurut Jujun S, Suriasumantri (1990)
ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai
pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Sehingga ilmu yang kita dapat setelah
melalui tahapan pendidikan menjadi alat untuk memperbaharui hidup, mencapai
suatu keinginan dan membawa ketujuan hidup yaitu kebahagiaan.
Pada dasarnya ilmu yang kita pelajari bersifat netral
karena ilmu tidak mengenal sifat baik maupun buruk dalam ilmu itu sendiri
tetapi tergantung pada orang yang memiliki ilmu tersebut, bagaimana dia
memanfaatkan ilmu yang telah didapatkannya dan bergunakah ilmu yang telah
dipelajarinya untuk kehidupan sosialnya. Dalam hal ini ilmu yang berkaitan
dengan kegunaannya akan di bahas dalam kajian filsafat yang ketiga yaitu
aksiologi. Karena, pada hakikatnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup
manusia dengan memperhatikan nilai atau etika, kodrat dan martabat manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Penertian
Aksiologi
Aksiologi merupakan bagian ketiga dari kajian filsafat setelah Ontologi dan Epistomologi. Jika dalam kajian Ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang akan
ditelaah dan pada kajian Epistomologi berkaitan dengan bagaimana asal, sifat dan jenis pengetahuan,
sedangkan Aksiologi merupakan cabang filsafat yang memepertanyakan bagaimana manusia
menggunakan dan memanfaatkan ilmunya.
Kata aksiologi berasal dari bahasa yunani, dari kata “Axsios” yang artinya nilai dan “Logos” artinya ilmu atau teori. Aksiologi juga sering disebut dengan “teori of value”[1]. Aksiologi adalah teori yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Dalam kajian aksiologi ini pertanyaan yang sering digunakan
untuk membedakan antara aksiologi dan kajian filsafat yang lainnya yaitu: 1)
untuk apa pengetahuan itu digunakan? 2) Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
3) Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral.
B. Pengertian Ilmu Dan Moral
Menurut kamus besar bahasa indonesia, ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang
pengetahuan ilmu. Ilmu bukan sekedar pengetahuan tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu.
Sedangkan kata moral berasal dari bahasa latin yaitu, mos
yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin yaitu, moralitas adalah
istilah manusia menyebut manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang
memepunyai nilai positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku,
tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu
berdasarkan pengalaman. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut
amoral artinya dia tidak bermoral. Yang tidak memiliki nilai positif dimata
manusia lainnya sehingga moral adalah mutlak yang harus dimiliki manusia.
Asal usul yang melatar belakangi filsafat moral adalah
istilah etika yang dipakai Aristoteles. Etika bersal dari bahasa yunani kuno etika yaitu etos sedangkan jamaknya taeta.
Etos mempunyai banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa, kebiasaan atau
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Sedangkan arti dari taeta
yaitu adat kebiasaan[2].
Ilmu merupakan unsur dari pengetahuan manusia karena
dengan ilmu manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara praktis sehingga ilmu
merupakan alat atau sarana untuk menolong hidup manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan konsep
ilmiah dalam memecahkan masalah praktis baik yang berupa perangkat keras maupun
perangkat lunak.
Teori tentang nilai dalam filsafat membahas tentang etika
dan estetika dimana makna etika mempunyai dua arti yaitu merupakan suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu
predikat yang dipakai untuk emmebedakan perbuatan tingkah laku atau yang
lainnya. Nilai atau value dapat bersifat objektif kadang-kadang bersifat
subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tersebut tidak bergantung pada
sabjek atau kesadaran yang menilai. Salah satu nilai kegunaan ilmu yaitu dapat
bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah
membuka pikiran kita untuk mempelajari dengan serius proses logis dan
imajinatif dalam kerja ilmu pengetahuan[3].
Setiap
ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan
padamasyarakat. Teknologi dapat di artikan sebagai konsep ilmiah dalam
memecahkan masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hadwere)
maupun perangkat lunak (Softwere). Dalam tahap ini tidak hanya menjelaskan
gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh lagi
memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol
dan mengarahkan proses yang terjadi.
Disinilah
masalah moral muncul kembali namun dalam kaitannya dengan faktor lain. Kalau
dalam tahap kontemplasi moral berkaitan dengan metafisika maka dalam tahap
manipulasi ini masalah moral berkaitan cara pengguanaan ilmu pengetahuan, atau
secara filsafati dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral dilihat
dari segi Aksiologi ilmu[4]
Menurut Bakhtiar (2010)
bahwa Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendai, tetapi
ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya.
Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi
ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, tetapi
kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam
rangka penghambaan diri kepada sang pencipta.
C. Kategori Dasar Aksiologi
Terdapat dua
kategori dasar aksiologi :
1. Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya
sesuai keadaan objek yang dinilai.
2. Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu
dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
Dari sini
muncul empat pendekatan etika, yaitu :
1. Teori nilai intuitif
2. Teori nilai rasional
3. Teori nilai alamiah
4. Teori nilai emotif
Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran obyectivis
sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran subyektivis[5].
1. Teori Nilai intuitif (The Intuitive theory of
value)
Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa
dikatakan mustahil untuk mendevinisikan suatu perangkat nilai yag absolut.
Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai itu eksis dalam tatanan yang bersifat
objektif. Nilai ditentukan memalui intuisi karena ada tatanan moral yang
bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyektiv
atau menyatu dalam hubungan antar obyek, dan Validitas dari nilai tidak
bergantung pada eksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan
dan mengakui nilai tersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk
mengatur perilaku individu atau sosial slaras dengan perspektif moralnya.
2. Teori nilai rasional (The rational theory of
value)
Bagi mereka jangan lah percaya pada nilai yang bersifat obyektif dan murni
independent dari manusia. Nilai tersebut ditentukan sebagai hasil dari
penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia
tahu dengan nalarnta bahwa itu benar, sebagai fakta hanya orang jahat atau
orang yang lalai lah yang melakukan suatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu
tuhan. Jadi dengan nalar atau peran tuhan nilai utimo, obyektif, absolut yang
seharusnya mengarahkan perilakunya.
3. Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of
value)
Nilai menurutnya diciptakan oleh manusia bersamaan dengan
kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk
biososial, artefak manusia, yang diciptakan, dipakai, diuji oleh individu dan
masyarakat untuk melayani tujuan membimbing prilaku manusia. Pendekatan
nautralis teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak absolut akan
tetapi bersifat relatif. Pada dasarnya nilai secaraumum hakikatnya bersifat
subyektif bergantung pada kondisi manusia.
4. Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
Jika tiga liran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status
kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah
keputusan saktual tetapi hanya merupakan sebuah ekspresi emosi dan tingkah
laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverivikasi,
sekalipun diakui bahwa penelit menjadi bagian penting dari tindakan manusia[6].
D. Nilai Kegunaan Ilmu
Dalam kamus besar bahasa Indonesia ilmu diartikan
sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem atau
berhubungan menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Dalam aksiologi, hal yang paling
dipermasalahkan ialah nilai. Disini nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Selanjutnya, aksiologi dijelaskan sebagai kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia. Teori tentang nilai dalam filsafat dibagi menjadi permasalahan
etika dan estetika. Menurut (Rahmat , 2011) dalam bukunya filsafat ilmu : bahwa ilmu
pengetahuan diperoleh secara sahih dan andal dengan suatu penyelidikan ilmiah,
yaitu penelitian, maka ia merupakan sebuah proposisi yang timbul sebagai hasil
dari kesimpulan suatu proses pencarian pengetahuan yang sistematis dan
terkontrol.
Etika dimaknai sebagai suatu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Etika menilai
perbuatan manusia yang berkaitan erat dengan norma-norma kesusilaan manusia
atau diartikan untuk mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi
baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi
yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya. Dalam filsafat estetika dapat dilihat pada sudut
indah dan jeleknya.
Nilai subjektif dapat bersifat subjektif dan objektif.
Nilai dapat bersifat subjektif jika selalu memperhatikan berbagai pandangan
yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas. Hasil nilai
subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak
senang. Misalnya, seorang melihat matahari yang sedang terbenam disore hari.
Akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa
indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari
seseorang dengan orang lain memiliki kualitas yang berbeda. Sedangkan Nilai
objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme.
Objektivisme ini didasarkan suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang
memiliki kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak
tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektivitas fakta.
Nilai kegunaan ilmu, untuk
mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan,
kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal[7],
yaitu:
Ø Filsafat
sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika
seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori
filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
Ø
Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam
posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya
ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Ø Filsafat
sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi
banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki
kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila
masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang
digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah
yang berkembang dalam kehidupan manusia.
E. Tanggung Jawab Sosial
Keilmuwan
Ilmu
merupakan hasil karya ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka
oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat – syarat
keilmuwan maka pasti akan diterima dan disunakan oleh masyarakat. Oleh karena
itu, ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang besar. Tanggung jawab sosial
seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan rugi, baik
dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan[8]. Hal
ini dikarenakan dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia.
Ilmuwan juga meniliki fungsi untuk ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwan
sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan
adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Ilmuwan juga
harus berusaha mempengaruhi opini masyarakat berdasarkan pemikirannya. Ilmuwan
juga mempunyai cara berpilir yang berbeda dari masyarakat awam. Masyarakat awam
biasanya terpukau oleh jalan pikiran yang cerdas. Kelebihan seorang ilmuwan
juga nampak dalam cara berpikir yang cermat dan teratur yang menyebabkan dia
mempunyai tanggung jawab sosial.
Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah
memberikan perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga
penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Dibidang etika tanggungjawab
sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun memberi contoh.
Seorang ilmuwan juga harus bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan
pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui
kesalahannya. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil
penelitian atau penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun
yang mempergunakan bangsanya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar produk
keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Dalam
menggunakan ilmu kita harus menggunakannya untuk kepentingan bersama karena
ilmu merupakan alat untuk meningkatkan taraf hidup dan bermanfaat bagi setiap
orang apabila ilmu yang kita dapat digunakan berdasarkan nilai atau etika,
kodrat dan martabat manusia.
Maka dari itu kegunaan dan manfaat dari ilmu itu
sendiri dikaji dalam aksiologi. Dimana, Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia. Ilmu menghasilkan teknologi yang diterapkan dan
dikembangkan pada masyarakat. Teknologi dalam perkembangannya dapat menjadi
berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga dapat menjadi bencana bagi
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta:Rajawali pers.
Endrotomo.
2004. Ilmu dan Teknologi. Information System ITS.
Keraf, A. Sonny, dkk. 2001. Ilmu
Pengetahuan sebuah tinjauan filosofis.
Yogyakarta:
Kanisius.
Poedjawijatna.
2004. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta : Rineka Cipta.
Rahmat, aceng dkk. 2011. Filsafat
Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kenca Predana Media
Group.
S.
Suriasumantri, Jujun.1996. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Hamdani. 2011.
Filsafat sains. Bandung : Pustaka setia.
[1]
Filsafat sains, Drs. Hamdani, M.A.
hal. 24
[2] Filsafat ilmu. juju s. Suriasumantri.
Pustaka sinar harapan. Jakarta 2009 hal. 229.
[3] Ilmu Pengetahuan sebuah tinjauan filosofis Keraf, A. Sonny,
dkk..
Yogyakarta: Kanisius. 2001. Hal 56
[5]
Filsafat sains. Drs, Hamdani, M.A.
pustaka setia bandung. 2011. Hal 24
[8]
Filsafat ilmu. juju s. Suriasumantri.
Pustaka sinar harapan. Jakarta 2009 hal. 238
Tidak ada komentar:
Posting Komentar