Sabtu, 16 Januari 2016

Teologi Kristen Moderen tentang Pemikiran Dietrich Bonhoefer



Makalah
Dietrich bonhoeffer
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Teologi Kristen Moderen
Dosen : Drs. M. Nuh Hasan, MA.

 
 
 
 Di susun oleh:
M. Rahmat Ramadhan (1113032100036)

Jurusan perbandingan agama
Fakultas ushuluddin
Universitas islam negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
2015

PENDAHULUAN
Kita tahu bahwa dalam agama Kristen itu segala sesuatu itu ditentukan oleh gereja yang mana hanya gerejalah yang membuat semua peraturan bagi umat Kristen itu sendiri terlepas dari peraturan keagamaan atau pun ketentuan social.
Banyak dikalangan umat Kristen itu sendiri yang mana banyang menentang akan ajaran agama yang mana pada dasarnya itu bukanlah menentang akan tetapi sebuah perkembangan pemikiran seseorang tentang konsep konsep ilahi. Kita tahu bahwa setiap gereja akan menentang siapa saja umatnya yang memiliki sebuah pemikirang baru dan ia juga akan dinyatakan bukan dari kelompok gereja ini.
Salah satunya ialah Dietrich Bonhoefer yang mana kita tahu bahwa ia adalah orang yang ke dua yang mengalami sekularisasi. yang mana ia beranggapan bahwa akal manuisa itu menjadi dewasa, sehingga mengakibatkan dunia ini menjadi sekuler. Perkembangan dunia hingga menjadi dunia modern ini bukan berari sebuah penyelewengan manusia yang meninggalkan Allah atau meninggalkan kekristenan. Yang mana kita tidak bisa mengajak dunia untuk kembali lagi ke zaman atau abad pertengahan, sejaarah dunialah yang telah membawa kepada zaman sekarang. Adapun tugas dari Teologi dan gereja ialah mengubah cara perfikir masing-masing[1].


PEMBAHASAN
A.     Biografi Dietrich Bonhoefer
Dia lahir di Breslau, Jerman (kini Wroclaw Polandia) pada tanggal 4 februari 1906 dan wafat 9 april 1945, ia merupakan anak kembar yang ke enam dari 8 bersaudara. Ayahnya itu merupakan seorang psikiater dan neorulogi yang sangat terpandang, yang mana ia adalah seorang pendeta dan seorang theolog Lutheran jerman selain itu juga ia merupakan seorang anggora dalam pergerakan melawan Nazisme yang terlibat dalam komplotan pembunuhan hiter yang mana ia tertangkap pada maret tahun 1943[2].
Karena sang ayah merupakan seorang psikiater dan neurologi, enamtaun kemudian ketika ia berusia 12 tahun ia pun mulai tertarik dengan dunia teolog maka dari itu ia langsung menempuh pendidikan teolog di tubungen 1923 dan di berlin 1924 yang mana merupakan di bawah naungan teolog teolog besar seperti Adolf Von Harnack dan Reinhold Seeberg. Yang mana setelah melakukan pelayanan secara singkat sebagai Vikar di Barcelona, Spanyol (1928), kemudian pun ia berangkat ke Union Theological Seminary di New York dan dengan menyelesaikan dengan secara cepat pada tahun 1930. Selain itu juga ia disana itu berjumpa secara langsung dengan seorang teolog ternama Reinhold Niebuhr. Adapun disertasinya yang mendapat pujian dari teolog terkemuka ialah Karl Barth  yang menyebut karyanya itu sebagai “theological miracle”  yang berjudul “sanctorum commonio: A Dogmatic investigation of the sociology of the Church”[3].  
Sekembalinya Bonheaffer ke negara asalnya yaitu pada tahun 1931, yang mana ia langsung mengajar dan melanjutkan studi di fakultasteologi di berlin. Maka dari sini lah ia mulai banyak menghasilkan karya tulis teologinya. Adapun suasana di jerman ketika itu adalah naiknya Adolf  Hitler sebagai diktator dengan partai Nazinya yang sebagai propaganda pendirian nasionalistiknya. Akan tetapi celakanya gereja iniji dan reformed yang mana pada waktu itu merupakan gereja yang sangat terkemuka di jerman pada tahun 1933 malah mendukung peerintahan Hitler yang anti-yahudi.
Yang sebenarnya ia juga merupakan pengikut gereja injili maka dari itu ia tidak menyetujui pendirian gerejanya sendiri, maka sikap protes terhadap gereja nnya ia tidak mau menerima pelayanaan jemaat nya di jerman malah sebaliknya ia melayani jemaat yag ada di London, Inggris.
Setelah ia kembali lagi ke Jerman dan kemudian ia mengajar di Finkenwalde, yang merupakan sebuah seminari di bawah denominasi yang disebut sebagai Confessing Chruch. yang seminari ini tidak bertahan lama hanya bertahan sampai sampe 1937, yang mana ketika rezim Hitler menyatakan bahwa tempat pelatihan tersebut ilegal dan dilarang untuk diteruskan. Bahkan yang lebih parahnya lagi ada beberapa mahasisawa teolog yang menjadi muridnya Bonheaffer di tangkap, sedangkan ia juga dilarang untuk berbicara di depan publik dan dilarang untuk menulis. Sejak itu, tepatnya pada tahun 1937 ia terlibat dalam suatu rencana untuk menggulingkan diktatror hitler, terutapa setelah ia melihat mandulnya fungsi gereja di sana, serta semakin banyaknya sinagoge dan tempat usaha orang yahudi yang dibakar atau dihancurkan. Maka baginya hal itu telah membuktikan bahwa ini merupakan kekerasan yang berasal dari rezim hitler.
Pada tahun 1941 semua buku karangan Bonheaffer bredel atau di hentikan dan pada tanggal 5 april 1943 yang mana ia ditahan dipenjarakan. Sekitar bulan oktober tahun 1944 ia dipindahkan ke penjara Gestapo di Berlin dan sekitar bulan februari 1945 ia dibawa ke kamp konsentrasi di Buchenwad dan kemudian dibawa ke Flossenbrug, maka akhirnya ia dengan tuduhan untuk mencoba membunuh Hitler, maka ia pun dibunuh dengan cara digantung pada tanggal 9 April 1945, pada usia yang masih mudia yaitu 39 tahun[4].
B.     Pemikiran Dietrich Bonhoeffer
Kita tahu bahwa orang kedua yang menangani akan sekularsme ialah Dietrich Bonhoeffer, yang mana ia setelah kelulusanya itu ia mendapat latihan kerjaan di sebuah jemaat yang berbahasa jerman di Barcelona. Jalan pemikiran Bonhoeffer itu sendiri sama dengan Gogarten, bahwa ia beranggapan akal manusia itu telah menjadi dewasa, yang mana mengakibatkan dunia ini menjadi sekuler. bisa kita sadari bahwa perkembangan dunialah yang menjadi dunia modern bukan manusia manusia itu sendiri yang menyeleweng dari ajaran Allah atau kekeristenan.
Bahkan kita tidak mungkin untuk mengembalikan zaman sekarang kepada zaman abad pertengahan, sejarahlah yang telah membawa manusia kepada zaman ini. Adapun ini merupakan tugas Teolog dan gereja itu sendiri untuk mengubah cara pikir individu.
Sekalipun demikian, Bonhoeffer tetap akan kepada teguh pendiriannya. Yang mana pemikirannya yang lebih radikal ketimbang dari Gogarten dengan teologi-teologinya yang lain. Yang mana analisinya itu sekarang terpusat pada religi hingga ia mengeluarkan dalil yang sangat termashur yaitu “sekarang ini zaman akhir Religi”[5]. Bahwa ia pun banyak dipengaruhi oleh Karl Barth, walau sekalipun tidak pernah menjadi muridnya.
Adapun hal yang diambil dari Karl Barth ialah kritik Karl Barth terhadap religi, yang mana Barth memisahkan secara radikal reeligi manusia dari penyatuaan atau wahyu Allah. Dari pada itu bonhoeffer lebih maju lagi, yang dimana ia beranggapan bahwa sekarang ini zaman religi telah berlalu. Kini bukan zaman menyakinkan orang orang dengan kata-kata, sekalipun dengan kata yang saleh[6].  
Ada pun pandangan Religi menurut Bonhoeffer yang mana ia beranggapan bahwa, Religi itu suatu bentuk pengungkapan kekristenan, artinya “agama Kristen diungkapkan dalan bentuk religi”. Padahal religi itu terikat pada suatu waktu tertentu sehingga bersifat sementara. Kekristenan itulah suatu pakaian yang hingga kini dipakai oleh penyatuan atau wahyu Allah, namun kini pakaian ini telah usang. Kenapa demikian? Karena disepanjang zaman yang lalu religi senantiasa berubah dalam perwujudannya.  
Dalam hal ini ada pula kerangka religi. Yang mana orang berfikir dalam dua ruang, yaitu bahwa allah itu berada dalam tempat diatas dunia yang kita diami, Allah tuntangan dalam di dunia bawah. Dari dunia yang di bawah manusia rindu terhadap manusia yang diatas yang lebih tinggi dan lebih baik. Inilah pikiran yang metafisis, yang mengandaikan adanya apriori religious yang artinya bahwa manusia dilengkapi dengan bakat religi yang berakar pada hidup struktur rohani manusia.
PENUTUP
Kini dengan bermacam cara, agama Kristen sambil ketakutan mencoba memperjuangkan suatu tempat di dalam dunia dan di depan mata dunia, di mana Allah dan religi dianggapnya masih bertahan. Yang mana gereja ingin menunjukan pada dunia yang telah merasa dewasa itu bahwa ia tidak dapat hidup tanpa perwalian Allah, untuk menunjukan hal itu, gereja membuat pertahanan (atelling) di tempat tempat yang disebut “persoalan terakhir”dibidang ilmu pengetahuan dan hidup.
Yang mana artinya banyak persoalan yang telah dapat dijawab oleh akal manusia, namun harus diakui bahwa masih ada juga hal-hal yang belum dapat dijawab. Yaitu hal hal yang mengenai “soal-soal diakhir”dibidang pemikiran dan hidup, umpananya soal dari mana manusia itu asalnya. 








DAFTAR PUSTAKA
Harun Hadiwijono, Theologia Reformatoris Abad Ke 20, (Jakarta:BPK Gunung Mulia), jilid I.
Daniel L Lukito, seratus tahun Dietrich bonhoeffer berteologi untuk menemukan orang Kristen sejati, oktober 2005, jurnal



[1] Harun Hadiwijono, Theologia Reformatoris Abad Ke 20, (Jakarta:BPK Gunung Mulia), jilid I, h. 48.
[2] Daniel L Lukito, seratus tahun Dietrich bonhoeffer berteologi untuk menemukan orang Kristen sejati, oktober 2005, jurnal h 164
[3] Ibid h 165
[4] Daniel L Lukito, seratus tahun Dietrich bonhoeffer berteologi untuk menemukan orang Kristen sejati, oktober 2005, jurnal h 167

[5] Harun Hadiwijono, Theologia Reformatoris Abad Ke 20, (Jakarta:BPK Gunung Mulia), jilid I, h 55
[6] Harun Hadiwijono, Theologia Reformatoris Abad Ke 20, (Jakarta:BPK Gunung Mulia), jilid I, h 56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar