Makalah
BENTUK
KEBIJAKAN
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Kebijakan Negara Terhadap Agama
Dosen
: Prof. Dr. H.M. Ridwan lubis, M.A.
Di susun oleh:
Auliya
nufus (1112032100001)
Dita
sopia sari (1112032100005)
M. Rahmat Ramadhan (1113032100036)
Fakultas ushuluddin
Universitas islam negeri
Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kedudukan agama dalam
kehidupan masyarakat di indonesia itu merupakan hal yang sangat penting, yang
mana tercantum dalam pacasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” ini merupakan
sila pertama yang menjadi prinsip bangsa indonesia, selain itu juga sila pertama merupakan sila yang menjiwai akan
sila sila pancasila yang lainnya.
Bisa dikatakan bahwa
bangsa indonesia sangat mengedepankan atau mengutamakan agama sebagai sumber
nilai sprituali, moral dan etika bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Memang
negara indonesia ini bukanlah negara agama/Teokratis atau bukan pula negara
sekular akan tetapi indonesia merupakan negara yang menganut akan sumber akan
landasan Spritual yang mana landasan Spritual iu merupakan agama bisa dikatan
bahwa indonesia sangat mengedapnkan akan nilai nilai atau moral dan etika yang
berasaskan dari agama.
Maka dari itu agama yang
merupakan aspek terpenting dalam masyarakat indonesia ini harus memiliki sebuah
kebijakan kebijakan yang mana diantaranya itu Regulasi Agama, Pelayanan Agama
dan Perlindungan Agama. Dalam bentuk bentuk kebijakan inilah agama dalam negara
ini akan diatur dalam artian akan disesuaikan kebutuhan atau keperluan agama
dari pemerintah dan kebijakan kebijakan yang melibatkan masyarakat dan sesuai
dengan landasan filososfis bangsa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Regulasi
Agama
Kita tahu bahwa indonesia
bukanlah negara agama dan juga bukan negara yang sekuler akan tetapi indonesia
itu merupakan negara nereosus netral agama atau bisa dikatakan bahwa indonesia
itu tidak berhak akan mengakui agama. Dalan RENSTRA (Rencana Strategis
Kementrian Agama), bahwa kedudukan agama merupakan sangat penting yang mana
tercermein dalam prinsip “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sila pertama pancasila
dan menjiwai dari sila sila yang lainnya dari pancasila.[1]
Ketika possisi agama itu
sangat penting disatu sisi agama juga
memiliki hal yang unik dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Yang mana hal
ini tercermin dalam suatu rumusan tentang hubungan antara agama dengan negara
di indonesia bahwa “ indonesia bukanlah negara teokratis akan tetapi bukan pula
negara sekuler”. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa rumusan tersebut merupakan
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang mana berlandaskan pada nilai
niai keluhuran, keutamaan dan kebaikan yang terkandung dalam agama, yang diakui
sebagai sumber dan landasan spritual, moral dan etika. Bukan berdasarkan pada
suatu paham atau keyakinan agama tertent.
Masyarakat indonesia
merupakaan masyarakat yang sangat mengedepankan akan spritualitasnya yang bisa
kita katakan keagamaannya memang tidak bisa kita pungkiri lagi akan hal ini. Akan
tetapi ketika hal ini tidak kita awasi dalam pengertian pemerintah ini akan
menimbulkan sedikit permasalahan yang mana pemerintah harus memilki sebuah
peraturan tengang agama, yang mengatur akan ketentuan ketentuan bagi masyarakat
dan ketentuan itu berdasarkan filosofi bangsa.
Atau mungkin bisa dikatakan
bahwa suatu ketentuan atau aturan yang dijalankan sesuai dengan kepentingan
filosofi bangsa. Pada dasarnya kebijakan negara terhadap agama itu terdapat
tiga bagaian adalah regulasi agama atau pengaturan agama, pelayanann agama/fasilitas
dan perlindungan agama/Proteksi. Dengan adanya pengaturan pengatran agama akan
lebih jelas kedududkan dan fungsinya bagi negara ini
Maka dalam hal ini adanya
sebuah bentuk kebijakan yang mana itu mengatur tentang ketentuan agama yang
bersifat sosial misalnya saja tentang peraturan
perkawinan dalam undang undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 yang berbunyai “ perkawinan ialah
lahir batin antara seorang pria dengan sorang wanita sebagai suami istri yang
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
yang maha Esa.[2]
Pasal 2 ayat 1-2 berbunyi
“ perkawinann adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing
agamanya dan kepercayaannya itu (1). Tiap tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang undangan yang berlaku (2).
Dalam
undang undang ini menyatakan bahwa adanya aturan tentang tatacara pernikahan
dan pencatatan perkawinan. Yang mnaa definisi perkawinan itu disebut tegas oleh
hukum Indonesia seperti pasal 1 yang di atas. Pasal ini memiliki 2 pokok
penting, yang pertama itu perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Dalam pemahaman ini, bisa
dikatakan perkawinan menurut hukum Indonesia boleh dilakukan antara laki-laki
dan perempuan untuk membentuk suami istri. Maka dari itu, di Indonesia tidak
diperbolehkan atau tidak dikenal perkawinan sejenis.
Pada pokok poin yang
kedua, perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal. Dalam pemahaman pokok yang kedua ini, bahwa perkawinan tidak
boleh dilakukan dalam waktu yang terbatas. Semisal satu minggu, satu bulan,
setahun dan seterusnya. Atau bahkan dilakukan hanya untuk tujuan tertentu saja.
Misalkan, hanya untuk mendapatkan hak waris atau ingin mendapatkan status
kewarganegaraan.
Pokok yang ketiga, bahwa
pernikahan itu dilakukan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Artinya dalam
pemahaman ini, prinsip ini sejalan dengan pancasila yang pertama, yang mana
perkawinan itu harus mengacu pada syariat-syariat yang telah ditentukan oleh
agama.
Dalam pasal yang kedua,
bahwa perkawinan itu dianggap sah apabila memenuhi persyaratan keabsahan yang
telah ditetapkan oleh ajaran agama dan perkawinan itu harus dicatat menurut
perundang-undangan. Dalam pemahaman pasal ini, bahwa agama itu memiliki sebuah
prosesi yang sakral terkait dengan perkawinan yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat yang mana prosesi perkawinan ini merupakan pemenuh persyaratan
prosedur hukum dari masing-masing agama yang diakui.
Sedangkan pencatatan
perkawinan adalah sebagai tanda bukti legalitas formal terjadinya suatu
perbuatan hukum perkawinan yang diakui dan dijamin oleh Negara.
B.
Pelayanan
keagamaan
Yang selanjutnya itu
adalah pelayanan ini merupakan keperluan yang harus diperhatikan oleh
pemerintah terhadap agama karena kita tahu pelayanan ini sangat penting juga
selain dari pada regulasi itu sendiri, yang mana dapat terlaksananya kegiatan
apa yang mereka ingin melakukan.
Dalam undang-undang Nomor
20 tahun 2003 tetang pendidikan nasional yang mana dinyatakan bahwa pendidikan
merupakan fasilitas penting yang diberikan negara kepada rakyat bertujuan untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan Bangsa. Dalam pasal 12
ayat 1 huruf a menyatakan, setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak:
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama.[3]
Selain itu juga pasal ini
sejajar dengan amar UUD 45 yang membebaskan kepada setiap warga untuk beragama
dan beribadah sesuai dengan agamanya.
Dalam Undang-Undang Nomor
1/PNPS/1965 dinyatakan bahwa dengan kata di muka umum dimaksudkan apa yang
lazim diartikan dengan kata-kata itu dalam kitab Undang-Undang hukum pidana.
Agam yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Khatolik,
Hindu, Budha dan Khonghucu. Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan
agama-agama di Indonesia. Karena agama ini adalah agama yang hampir dipeluk
seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yang
diberikan oleh pasal 29 ayat 2 UUD, juga mereka dapat bantuan-bantuan dan
perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini.
Bukan berarti bahwa
agama-agama yang lain misalkan saja Yahudi, Zoroaster, Shinto, Taoisme dilarang
di Indonesia. Mereka juga mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh
pasal 29 ayat 2 dan mereka itu dibiarkan adanya asalkan tidak melanggar
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan
perundangan lainnya.
Bisa digarisbawahi, ada 2 kelompok agam di
Indonesia yang pertama, kelompok yang memiliki jumlah pemeluk terbanyak di
Indonesia. Misalnya Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Khonghucu.
Sedangkan kelompok yang kedua, yang memiliki jumlah pemeluk tidak sebesar agama
yang 6 di atas misalnya Bahai, Tao, Zoroaster, Shinto dan lainnya.
Maka dalam pelayanan
Negara terhadap agama, dibedakan antara kelompok agama yang banyak pemeluknya
dengan kelompok yang pemeluknya tidak sebanyak kelompok agama yang 6 itu.
Perbedaan pelayanan ini bahwa agama yang terbesar ini mendapat jaminan seperti
yang diberikan pasal 29 ayat 2 UUD 45, yang mana mereka mendapat berbagai jenis
bantuan. Misalnya bantuan alokasi rumah ibadah, kitab suci, buku keagamaan,
pembinaan agama rohaniwan, penyuluhan agama, penyelenggara pendidikan agama dan
keagamaan dan lainnya. Adapun fasilitas yang diberikan kepada selain agama yang
6 itu, yaitu mendapat jaminan dan perlindungan atas hak-hak mereka untuk
memeluk dan mengamalkan ajaran agamanya, dan mereka dibiarkan adanya selama
tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
C.
Perlindungan
Agama (Proteksi)
Dalam perlindungan agama-agama,
bahwa setiap agama itu berhak memiliki perlindungan terhadap diri mereka yang
harus ditetapkan oleh pemerintah. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun
1999 tentang HAM pasal 4, berbunyi: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tudak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun.
Pasal 22 ayat 1 dan 2, menyatakan
bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara menjamin kemerdekaan setiap
orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.
Dalam Undang-Undang ini,
menyatakan bahwa adanya hak perlindungan dan kebebasan dalam suatu agama atau
setiap agama di Indonesia yang telah diatur oleh pemerintah. Selain itu juga,
ada Undang-Undang tentang pencegahan dan penyalahgunaan atau penodaan agama ini
merupakan inti dari perundang-undangan perlindungan pada pasal 1-4. Dalam pasal
1 bahwasannya disebutkan delik larangan penyalahgunaan agama atau penodaan
agama, yang mana unsurnya itu, yang pertama dengan sengaja, yang kedua dimuka
umum dan yang ketiga melakukan perbuatan dalam bentuk menceritakan atau
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum yang isinya melakukan penafsiran
atau melakukan kegiatan keagamaan yang isinya itu menyimpang dari pokok ajaran
agama yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka
Mubarok.
Kompendium Regulasi Kerukunan Umat Beragama pusat kerukunan umat beragama PKUB
Renstra
Kementrian Agama RI
izin copas min buat tugas..
BalasHapussukses selalu....