Makalah
JALALUDIN AL
AFGHANI
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Pemikiran Moderen
Dalam Islam
Dosen
: Abdul Mutholib

Di susun oleh:
Ilawati
(1113032100053)
Fadilah
Yusuf (1113032100001)
M. Rahmat Ramadhan (1113032100036)
Jurusan perbandingan agama
Fakultas ushuluddin
Universitas islam negeri
Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN ....................................................................................................................II
Latar Belakang Masalah.........................................................................................................II
BAB
II PEMBAHASAN ...................................................................................................................III
Biografi Sayyid Jamaluddin
al-Afghani..............................................................................III
Ide-Ide Politik.........................................................................................................................IV
Ide-Ide
Pembaruan Jamaluddin al-Afghani.........................................................................V
Pan-Islamisme........................................................................................................................VI
BAB III PENUTUPAN
..................................................................................................................VIII
Kesimpulan.........................................................................................................................VIII
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................................IX
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Jika kita berbicara tentang pembaharuan dalam Islam, maka satu
tokoh yang sedang kita bicarakan adalah Jamaluddin al-Afghani, beliau adalah
tokoh yang pertama kali menggagas pembaharu islam terutama dalam ranah politik
yang dikenal dengan istilah Pan-Islamisme (Persatuan dunia Islam).
Lahirnyagagasan
tentang pembaharuan Islam, tak lepas dari sejarah kolonialisme yang sedang
marak terjadi ketika pada masa itu,
orang-orang Eropa berlayar kehampir seluruh penjuru dunia dan menjelajah hampir
seluruhnya. Di beberapa negara, mereka mengambil kepemilikan dan mengganti
sepenuhnya penduduk asli, sebagaimana yang terjadi di Amerika dan Australia.
Al-Afghani adalah
seorang petualang, negara-negara yang pernah ia kunjungi antara lain India, Afghanistan,
Asia Kecil, Mesir, Prancis, Amerika Serikat, Inggris, Uzbekistan, Iran dan
Turki.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Sayyid Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin dilahirkan pada 1838 M, ayahnya bernama Sayyid Syafdar,
seorang penganut mazhab Hanafi. Konon Jamaluddin adalah keturunan Rasulullah.
Silsilah keluarganya sampai kepada Nabi SAW melalui Husein ibn Ali ibn Thalib, suami Fatimah
putri beliau. Terdapat perbedaan tentang daerah kelahirannya, sebagian orang
mengklaim bahwa ia adalah orang Iran. Namun, ia menyembunyikan ke-Syi’ah-annya
(taqiyah) di tengah-tengah penguasa dan masyarakat Muslim yang mayoritas
menganut Sunni. Sebagian lain menyatakan bahwa ia adalah orang Afganistan,
sebagaimana yang tercantum di belakang namanya.
Menurut L. Stoddard, Jamaluddin dilahirkan di Asadabad dekat
Hamazan Persia, namun ia berkebangsaan Afganistan, bukan Persia, seperti
dinyatakan dalam namanya. Gelar “Sayyid menunjukkan bahwa ia adalah keturunan
Rasulullah dan darahnya bercampur dengan darah Arab. Sementera orang Syi’ah
mengklaim Jamaluddin berkebangsaan Iran (Persia). Muhammad Hasan I’timaduddin,
salah seorang pengikut Syi’ah. Seperti yang dikatakan oleh Hamka, bahwa
Jamaluddin al-Afgani adalah orang Iran. Beliau dilahirkan di Assadabad wilayah
Iran. Hamka juga menolak tentang Jamaluddin berkebangsaan Afganistan.[1]
Jamaluddin al-Din
al-Afghani adalah seorang tokoh penting penggerak pembaruan dan kebangkitan
Islam abad ke-19. Ia disenangi sekaligus dimusuhi oleh dunia Islam sendiri. Ia
disenangi karena aktivitas dan gagasan politiknya menjadi inspirasi bagi upaya
pembebasan umat Islam dari penjajahan bangsa-bangsa barat. Sebaliknya, ia
dimusuhi karena menjadi batu sandungan bagi penguasa-penguasa dunia Islam yang
otoriter, korup dan despotis ketika itu. Jamaluddin al-Afghani dianggap
membahayakan kekuasaan mereka.
Kehidupan
Jamaluddin al-Afghani sejalan dengan hidup pemikirannya. Teori dan praktik,
keduanya berjalan menjadi satu dalam usahanya. Lapangan usaha Jamaluddin
al-Afghani dalam dunia Islam modern, serupa dengan usaha Socrates dalam
Hellenis, di zaman purbakala. Fikiran Jamaluddin al-Afghani disulam dengan
keadaan hidupnya, yang merupakan tiga jenis kedaaan:
-
Kelezatan
Ruhani
-
Perasaan
Pembelaan
Agama dan moral tinggi yang kesemuanya ini, telah mempengaruhi dalam
fikirannya dan membayang dalam bukunya ar-Rad ala al-Dahryin, penolakan atas
kaum materalis.[2]
B. Ide-Ide Politik
Dari pengalamannya melakukan kunjungan ke berbagai negara Islam, Jamaluddin
melihat kenyataan bahwa dunia Islam ketika itu didomonasi oleh pemerintahan
otoraksi dan absolut. Penguasa di dunia Islam menjalankan kekuasaannya
sebagaimana yang ia kehendaki tanpa melihat konstitusi. Mereka juga tidak
melakukan musyawarah dalam pemerintahan. Oleh karena itu, harus ada perubahan
orientasi pemikiran dalam masyarakat, dari keterpakuan serta sikap, menerima
apa saja terhadap pemerintahan yang ada menuju upaya perubahan terhadap kondisi
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Lembaga perwakilan
rakyat bersifat netral dan bisa menentukan bentuk pemerintahan. Lembaga
perwakilan tersebut sangat bergantung pada orang-orang di dalamnya, oleh sebab
itu pemikiran dan jiwa masyarakat harus terlebih dahulu dibenahi barulah bisa
dibicarakan bagaimana bentuk dan sistem pemerintahannya. Usaha yang ingin
dibentuk oleh Jamaluddin untuk menekankan revolusi yang didasarkan pada
kekuatan rakyat. Dalam pandangan yang revolusioner ini, Jamaluddin selalu
memprovokasi umat Islam, dinegara manapun yang ia kunjungi, agar menentang
kesewenang-wenangan penguasa asing. Rakyat harus merebut kekuasaan dan
kemerdekaannya melalui revolusi.
Corak pemerintahan otoraksi harus diubah dengan pemerintahan
demokrasi, kepala negara harus mengedakan musyawarah dengan pemimpin yang
banyak mempunyai pengalaman. Islam dalam pendapat Jamaluddin, menghendaki pemerintahan
republik yang didalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban
kepala negara untuk taat kedalam undang-undang. Di atas segala-galanya
persatuan umat Islam mesti diwujudkan kembali dengan bersatu dan mengadakan
kerja sama, maka umat Islam akan mendapatkan kembali kemajuannya. Persatuan dan
kerja sama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam.Semasa hidupnya
Jamaluddin memang berusaha mewujudkan persatuan itu yang terkadung dalam ide
Pan-Islamisme ialah persatuan seluruh umat Islam.[3]
C.
Ide-Ide
Pembaruan Jamaluddin al-Afghani
Kemunduran umat Islam bukanlah disebabkan karena Islam sebagai
agama, akan tetapi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah:
a.
Umat
Islam telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya telah dipengaruhi
oleh sifat statis, kuat pada taklid, bersikap pasrah fatalistis, telah
meninggalkan akhlak yang mulia dan acuh terhadap ilmu pengetahuan.
b.
Kelemahan
dalam segala sektor dan kurang usaha dalam mencerdaskan umat, baik untuk
menekuni dasar-dasar agama maupun dalam upaya transformasi ilmu pengetahuan
diantara mereka.
c.
Pengaruh
paham Jabariyah dan salah interpretasi tentang makna qadha dan qadar, sehingga
memalingkan mereka dari usaha dan kerja keras.
d.
Salah
pengertian dalam maksud hadis yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami
kemuduran akhir zaman, kesalahan ini membuat umat Islam tidak berusaha
memperbaiki nasib mereka.
e.
Lemahnya
ukhuwah atau persaudaraan Islam, yang tidak hanya melanda masyarakat awam, tapi
juga menimpa para ulama. Ulama Turki tidak mengenal lagi ulama Hijaz, dan ulama
India tidak ada hubungan dengan ulama Afghanistan, begitulah seterusnya.
Ide pembaharuan Jamaluddin juga menyatakan tentang persamaan antara
pria dan wanita, laki-laki dan wanita sama kedudukannya keduanya mempuanyai
akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja diluar rumah,
dengan demikian Jamaluddin menginginkan agar wanita juga meraih kemajuan dan
bekerjasama dengan pria untuk mewujudkan umat Islam yang maju dan dinamis.
D.
Pan-Islamisme
Dalam kehidupannya, Jamaluddin menghadapi dua masalah sekaligus
yaitu penguasa-penguasa muslim yang korup yang hanya menjadi boneka dari
Imperialisme dan penjajah Barat. Ketika itu hampir tidak ada wilayah Islam yang
tidak dikuasai oleh Barat, Inggris menguasai Mesir, demikian juga India setelah
kehancuran dinasti Mughal. Inggris juga menjajah Afghanistan. Di Afrika,
Prancis menjajah Alzajair dan wilayah lainnya. Sementara Asia Tenggara pun
dikuasai oleh Inggris dan Belanda. Penguasa-penguasa muslim, karena takut kedudukannya
hilang, mereka menjalin kerja sama dengan Imperialisme barat. Sistem khalifah
yang mengikat umat islam secara perlahan
mengalami kemerosotan dan berganti dengan ideologi nasionalis yang diambil dari
Barat.
Melihat keadaan yang demikian, Jamaluddin menekannkan perlunya
dunia Islam bersatu melawan kekuatan asing dalam wadah Pan-Islamisme.
Jamaluddin menilai bahwa sumber kelemahan dunia Islam adalah lemahnya
solidaritas umat Islam itu sendiri. Barat tidak akan kuat melawan perlawanan
dari umat Islam kalau Umat Islam itu sendiri mau menyatukan kekuatan untuk
menumpas kekuasaan Barat.
Persatuan dan kesatuan umat Islam sudah lemah sekali, antara satu
pemimpin dengan pemimpin lain kadang terjadi permasalahan yang akan saling
menjatuhkan satu sama lain. Karena itu umat Islam harus bersatu dalam
Pan-Islamisme.Jamaluddin tidak sepakat dengan pandangan bahwa umat Islam harus
melakukan kerja sama dengan penjajah.
Untuk mencapai cita-cita
ini, Jamaluddin membuat langkah-langkah seperti kembali pada pemahaman
keislaman yang benar dan menghilangkan taklid, bid’ah, khurafat, menyucikan
hati dengan mengembangkan ahlak yang luhur serta mengembangkan musyawarah
dengan berbagai kelompok dalam masyarakat.
Jamaluddin sangat tidak sepakat dengan pandangan bahwa umat Islam
harus melakukan kerja sama dengan penjajah, sebagaimana di gagas Ahmad Khan
dari India. Tokoh ini adalah seorang propagandis peradaban barat (Inggris) dan
melarang umat Islam melawan Inggris. Ahmad Khan mengembangkan pandangan bahwa
al-Qur’an adalah satu-satunya bagian yang penting dalam Islam dan syariah
bukanlah hal yang pokok dari agama, dan aturan moral serta hukum harus
didasarkan pada alam. Pandangan ini dinamakan dengan Naisyariyah (berasal
dari nature, yang berarti alam). Terhadap ajaran ini, Jamaluddin melakukan
kritik pedasnya dengan menyatakan bahwa penyebaran doktrin ini merupakan
skenario Inggris untuk memperlemah iman dan memecah kesatuan umat Islam.
Jamaluddin menulis buku al-Radd’ala al-Dahriyyin (penolakan terhadap kaum
Naturalis).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari gagasan dan aktifitas politik Jamaluddin, sangat tepat kiranya
kalau dikatakan bahwa Jamaluddin adalah orang yang pertama dalam era modern
Islam yang menyadari bahaya penetrasi barat dan perpecahan dunia Islam.
Jamaluddin tidak hanya bicara teoritis, tetapi juga berusaha mencari solusi
terhadap berbagai masalah yang dihadapi umat Islam. Gerakan dan
gagasan-gagasannya memberi ilham bagi negara-negara Islam untuk bangkit dari
keterpurukan mereka karena penjajahan barat dan merebut kembali kemerdekaan
mereka.
Jamaluddin juga mencetuskan ide politik yang dimana semua lapisan
masyarakat bia turut andil dalam menyuarakan suaranya, pendapatnya, gagasannya.
Jamaluddin menginginkan terjalinnya solidaritas antara Umat Islam diseluruh
dunia yang menjadi penjajah bangsa asing, dan mengusir penajajh itu dari tanah
air.
Jamaluddin juga mencetuskan bahwa dengan bersatunya umat Islam
dalam wadah yang disebut dengan Pan-Islamisme tersebut umat Islam tidak kalah
kuat dnega asing, bahkan bisa mengusir para penajajah.
DaftarPustaka
Hoesin, Omar Amin Hoesin. Filsafat Islam. Jakarta. Bulan Bintang. 1975. ce-3.
Iqbal, Muhammad,dkk. Pemikiran Politik Islam
dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer. Jakarta. Kencanaprenada Media
group. 2010.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam
(Sejarah Pemikiran dan Gerakan). Jakarta.
PT
Bulan Bintang. Cet. pertama. 1975.
[1]Muhammad Iqbal dkk, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik Hingga
Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Kencanaprenada Media group, 2010). h. 57
[2]Omar Amin Hoesin, Filsafat Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1975, ce-3)
h. 161
[3]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan).
(Jakarta: PT Bulan Bintang), cet, pertama. 1975. h. 48.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar